Kamis, 11 September 2014

Aksara Bali

Aksara Bali, dikenal juga sebagai hanacaraka , adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang berkembang di Bali, Indonesia. Aksara ini umum digunakan untuk menulis bahasa Bali dan bahasa Sansekerta. Dengan sedikit perubahan, aksara ini juga digunakan untuk menulis bahasa Sasak yang digunakan di Lombok.[1] Aksara ini berkerabat dekat dengan dengan aksara Jawa.
Aksara Bali masih diajarkan di sekolah-sekolah Bali sebagai muatan lokal, namun penggunaannya terbatas pada lingkup yang sempit. Dalam penggunaan sehari-hari, sebagian besar aksara Bali telah tergantikan dengan huruf Latin.

Aksara Bali adalah sebuah abugida. Tiap hurufnya merepresentasikan sebuah suku kata dengan vokal /a/ atau /ə/ di akhir kata yang dapat diubah dengan penggunaan tanda baca. Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua).
Aksara Bali memiliki 47 huruf. Bahasa Bali murni dapat ditulis dengan 18 huruf konsonan dan 7 vokal saja, sementara terjemahan Sansekerta atau kata serapan dari bahasa Sansekerta dan Kawi menggunakan keseluruhan set huruf. Huruf untuk menulis bahasa Sansekerta dan Kawi ini umum diucapkan setara dengan padanan Bali-nya, walau dalam bahasa Sansekerta huruf-huruf tersebut merepresentasikan bunyi yang berbeda. Semisal pengucapan vokal panjang seringkali dibaca pendek, karena bahasa Bali tidak membedakan arti kata dari panjang vokal.
Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab), menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda baca dapat digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Tanda baca teks termasuk koma, titik, titik dua, serta tanda untuk memulai dan mengakhiri bagian-bagian teks. Notasi musik ditulis dengan simbol mirip-huruf dengan tanda baca untuk informasi metrik.
Terdapat pula sejumlah huruf suci yang disebut modre. Kebanyakan darinya dibentuk dengan menambahkan tanda baca ulu candra pada huruf tertentu. Beberapa modre unik masih dipelajari dan kemungkinan diproposalkan sebagai aksara Bali tambahan di masa mendatang.


Konsonan

Huruf konsonan disebut wyanjana. Terdapat 33 huruf konsonan dalam aksara Bali dengan 18 huruf dasar (disebut wreṣāstra ) yang paling umum digunakan. Sisanya biasa dipakai dalam kata serapan bahasa Sansekerta dan Kawi.
Aksara wianjana (Konsonan)
Warga Pancawalimukha Ardhasuara
(Semivokal)
Usma
(Sibilan)
Wisarga
(Frikatif)
Bersuara Nirsuara Anusika
(Sengau)
Kanthya
Bali Ka.png
(Ka)
Ka1
Bali Ka mahaprana.png
(Kha)
Ka mahaprana
Bali Ga.png
(Ga)
Ga1
Bali Ga gora.png
(Gha)
Ga gora
Bali Nga.png
(Nga)
Nga1

Bali Ha.png
(Ha)
Ha12
Talawya
Bali Ca.png
(Ca)
Ca1
Bali Ca laca.png
(Cha)
Ca laca3
Bali Ja.png
(Ja)
Ja1
Bali Ja jera.png
(Jha)
Ja jera
Bali Nya.png
(Nya)
Nya1
Bali Ya.png
(Ya)
Ya1
Bali Sa saga.png
(Śa)
Sa saga

Murdhanya
Bali Ta latik.png
(Ṭa)
Ta latik
Bali Ta latik mahaprana.png
(Ṭha)
Ta latik m.5
Bali Da madu murdhanya.png
(Ḍa)
Da murda a.4
Bali Da murda mahaprana.png
(Ḍha)
Da murda m.5
Bali Na rambat.png
(Ṇa)
Na rambat
Bali Ra.png
(Ra)
Ra1
Bali Sa sapa.png
(Ṣa)
Sa sapa
Dantya
Bali Ta.png
(Ta)
Ta1
Bali Ta tawa.png
(Tha)
Ta tawa
Bali Da.png
(Da)
Da1
Bali Da madu.png
(Dha)
Da madu
Bali Na.png
(Na)
Na kojong1
Bali La.png
(La)
La1
Bali Sa.png
(Sa)
Sa danti16
Osthya
Bali Pa.png
(Pa)
Pa1
Bali 8, Pha.png
(Pha)
Pa kapal
Bali Ba.png
(Ba)
Ba1
Bali Ba kembang1.png,Bali Ba kembang2.png(Bha)
Ba kembang7
Bali Ma.png
(Ma)
Ma1
Bali Wa.png
(Wa)
Wa1

^1Aksara wreṣāstra. Dalam urutan tradisonal ialah: ha na ca ra ka / da ta sa wa la / ma ga ba nga / pa ja ya nya.
^2 Konsonan /h/ kadang tidak dibaca. Semisal hujan dibaca ujan.[4]
^3 Bentuk ca laca tidak diketahui pasti, karena hanya gantungan-nya yang masih dipakai.[5] Namun bentuk aksaranya diikut-sertakan dalam Unicode.[6]
^4 alpaprana ^5 mahaprana
^6 Sebenarnya sebuah konsonan alveolar, tapi diklasifikasikan sebagai dental
^7 Bentuk pertama lebih sering digunakan.

Vokal

Aksara swara (Vokal)
Warga Suara hresua
(vokal pendek)
Suara dirgha
(vokal panjang)
Nama
Aksara Bali Transkripsi IPA Aksara Bali Transkripsi IPA
Kantya
Bali vowel A kara.png
A [a]
Bali vowel A kara-tedung.png
Ā [ɑː] A kara
Talawya
Bali vowel I kara.png
I [i]
Bali vowel I kara-tedung.png
Ī [iː] I kara
Murdhanya
Bali vowel Ra repa.png
[ɹ̩]
Bali vowel Ra repa-tedung.png
[ɹ̩ː] Ra repa
Dantya
Bali 2-vowel La lenga.png
[l̩]
Bali vowel La lenga-tedung.png
[l̩ː] La lenga
Osthya
Bali vowel U kara.png
U [u]
Bali vowel U kara-tedung.png
Ū [uː] U kara
Kanthya-talawya
Bali 6-vowel E kara.png
E [e]; [ɛ]
Bali vowel Airsanya.png
Ai [aj] E kara (E)
Airsanya (Ai)
Kanthya-osthya
Bali 3-vowel O.png
O [o]; [ɔ]
Bali vowel O kara-tedung.png
Au [au] O kara (O)
Au kara (Au)
Nama untuk aksara dirgha dibuat dengan dengan menambahkan kata tedung setelah nama hresua-nya, seperti a kara tedung dan i kara tedung, dengan pengecualian /e/ dan /o/ panjang yang menjadi sebuah diftong.

Pangangge

Pangangge (lafal: /pəŋaŋge/) atau dalam bahasa Jawa disebut sandhangan, adalah lambang yang tidak dapat berdiri sendiri, ditulis dengan melekati suatu aksara wianjana maupun aksara suara dan memengaruhi cara membaca dan menulis aksara Bali. Ada berbagai jenis pangangge, antara lain pangangge suara, pangangge tengenan (lafal: /t̪əŋənan/), dan pangangge aksara.

Pangangge suara

Bila suatu aksara wianjana (konsonan) dibubuhi pangangge aksara suara (vokal), maka cara baca aksara tersebut akan berubah. Contoh: huruf Na dibubuhi ulu dibaca Ni; Ka dibubuhi suku dibaca Ku; Ca dibubuhi taling dibaca Cé. Untuk huruf Ha ada pengecualian. Kadangkala bunyi /h/ diucapkan, kadangkala tidak. Hal itu tergantung pada kata dan kalimat yang ditulis.
Warga aksara Aksara Bali Huruf Latin Alfabet Fonetis Internasional Letak penulisan Nama
Kanthya
(tenggorokan)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Pepet.png
e; ě [ə] di atas huruf pepet
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Tedung.png
ā [aː] di belakang huruf tedung
Talawya
(langit-langit lembut)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Ulu.png
i [i] di atas huruf ulu
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Ulu sari.png
ī [iː] di atas huruf ulu sari
Murdhanya
(langit-langit keras)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Guwung macelek.png
re; ṛ [rə] di bawah huruf guwung macelek
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Guwung macelek-tedung.png
[rəː] kombinasi di belakang dan bawah huruf guwung macelek matedung
Dantya
(gigi)
Suara hresua
(vokal pendek)
Gantungan La lenga.png
le; ḷ [lə] kombinasi di atas dan bawah huruf gantungan La mapepet
Suara dirgha
(vokal panjang)
Gantungan La lenga-tedung.png
[ləː] kombinasi di atas, bawah, dan belakang huruf gantungan La mapepet lan matedung
Osthya
(bibir)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Suku.png
u [u] di bawah huruf suku
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Suku ilut.png
ū [uː] di bawah huruf suku ilut
Kanthya-talawya
(tenggorokan & langit-langit lembut)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Taling.png
e; é [e]; [ɛ] di depan huruf taling
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Taling detya.png
e; ai [e]; [aːi] di depan huruf taling detya
Kanthya-osthya
(tenggorokan & bibir)
Suara hresua
(vokal pendek)
Pangangge Taling-tedung.png
o [o]; [ɔ] mengapit huruf taling tedung
Suara dirgha
(vokal panjang)
Pangangge Taling detya-tedung.png
o; au [o]; [aːu] mengapit huruf taling detya matedung

Pangangge tengenan

Pangangge tengenan (kecuali adeg-adeg) merupakan aksara wianjana yang bunyi vokal /a/-nya tidak ada. Pangangge tengenan terdiri dari: bisah, cecek, surang, dan adeg-adeg. Jika dibandingkan dengan aksara Dewanagari, tanda bisah berfungsi sama seperti tanda wisarga; tanda cecek berfungsi seperti tanda anusuara; tanda adeg-adeg berfungsi seperti tanda wirama.
Simbol Alfabet Fonetis
Internasional
Letak penulisan Nama
Pangangge Bisah.png
[h] di belakang huruf bisah
Pangangge Surang.png
[r] di atas huruf surang
Pangangge Cecek.png
[ŋ] di atas huruf cecek
Pangangge Adeg-adeg.png
- di belakang huruf adeg-adeg

Pangangge aksara

Pangangge aksara letaknya di bawah aksara wianjana. Pangangge aksara (kecuali La) merupakan gantungan aksara ardhasuara. Pangangge aksara terdiri dari:
Simbol Alfabet Fonetis
Internasional
Nama
Pangangge Cakra.png
[r] guwung/cakra
Pangangge Suku kembung.png
[w] suku kembung
Pangangge Nania.png
[j] nania

Gantungan

Karena adeg-adeg tidak boleh dipasang di tengah dan kalimat, maka agar aksara wianjana bisa "mati" (tanpa vokal) di tengah kalimat dipakailah gantungan. Gantungan membuat aksara wianjana yang dilekatinya tidak bisa lagi diucapkan dengan huruf "a", misalnya aksara Na dibaca /n/; huruf Ka dibaca /k/, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak ada vokal /a/ pada aksara wianjana seperti semestinya. Setiap aksara wianjana memiliki gantungan tersendiri. Untuk "mematikan" suatu aksara dengan menggunakan gantungan, aksara yang hendak dimatikan harus dilekatkan dengan gantungan. Misalnya jika menulis kata "Nda", huruf Na harus dimatikan. Maka, huruf Na dilekatkan dengan gantungan Da. Karena huruf Na dilekati oleh gantungan Da, maka Na diucapkan /n/.
Gantungan dan pangangge diperbolehkan melekat pada satu huruf yang sama, namun bila dua gantungan melekat di bawah huruf yang sama, tidak diperbolehkan. Kondisi dimana ada dua gantungan yang melekat di bawah suatu huruf yang sama disebut tumpuk telu (tiga tumpukan). Untuk menghindari hal tersebut maka penggunaan adeg-adeg di tengah kata diperbolehkan.[7]

Pasang pageh

Dalam lontar, kakawin dan kitab-kitab dari zaman Jawa-Bali Kuno banyak ditemukan berbagai aksara wianjana khusus, beserta gantungannya yang istimewa. Penulisan aksara seperti itu disebut pasang pageh, karena cara penulisannya memang demikian, tidak dapat diubah lagi.[8] Aksara-aksara tersebut juga memiliki nama, misalnya Na rambat, Ta latik, Ga gora, Ba kembang, dan sebagainya. Hal itu disebabkan karena setiap aksara harus diucapkan dengan intonasi yang benar, sesuai dengan nama aksara tersebut. Namun kini ucapan-ucapan untuk setiap aksara tidak seperti dulu.[9] Aksara mahaprana (hembusan besar) diucapkan sama seperti aksara alpaprana (hembusan kecil). Aksara dirgha (suara panjang) diucapkan sama seperti aksara hrasua (suara pendek). Aksara usma (desis) diucapkan biasa saja. Meskipun cara pengucapan sudah tidak dihiraukan lagi dalam membaca, namun dalam penulisan, pasang pageh harus tetap diperhatikan.
Pasang pageh berguna untuk membedakan suatu homonim. Misalnya:
Aksara Bali Aksara Latin
(IAST)
Arti
Asta Bali.png
asta adalah
Astha Bali.png
astha tulang
Ashtha Bali.png
aṣṭa delapan
Pada Bali.png
pada tanah, bumi
Paada Bali.png
pāda kaki
Padha Bali.png
padha sama-sama

Aksara maduita

Aksara maduita khusus digunakan pada bahasa serapan. Umumnya orang Bali menyerap kata-kata dari bahasa Sanskerta dan Kawi untuk menambah kosakata. Contoh penggunaan aksara maduita:
Aksara Bali Aksara Latin
(IAST)
Arti
Buddha Bali.png
Buddha Yang telah sadar
Yuddha Bali.png
Yuddha perang
Bhinna Bali.png
Bhinna beda
Dengan melihat contoh di atas, ternyata ada huruf konsonan yang ditulis dua kali. Hal tersebut merupakan ciri-ciri aksara maduita.

Angka

Aksara Bali Aksara Latin Nama (dalam bhs. Bali)
Aksara Bali Aksara Latin Nama (dalam bhs. Bali)
Bali 0.png
0 Bindu/Windu
Bali 5.png
5 Lima
Bali 1.png
1 Siki/Besik
Bali 6-vowel E kara.png
6 Nem
Bali 2-vowel La lenga.png
2 Kalih/Dua
Bali 7.png
7 Pitu
Bali 3-vowel O.png
3 Tiga/Telu
Bali 8, Pha.png
8 Kutus
Bali 4.png
4 Papat
Bali 9.png
9 Sanga/Sia
Menulis angka dengan menggunakan angka Bali sangat sederhana, sama seperti sistem dalam aksara Jawa dan Arab. Bila hendak menulis angka 10, cukup dengan menulis angka 1 dan 0 menurut angka Bali. Demikian pula jika menulis angka 25, cukup menulis angka 2 dan 5. Bila angka ditulis di tengah kalimat, untuk membedakan angka dengan huruf maka diwajibkan untuk menggunakan tanda carik, di awal dan di akhir angka yang ditulis.
Di bawah ini contoh penulisan tanggal dengan menggunakan angka Bali (tanggal: 1 Juli 1982; lokasi: Bali):

Aksara Bali Transliterasi dengan Huruf Latin
Bali, 1 Juli 1982.
Bali, 1 Juli 1982.

Pada contoh penulisan di atas, angka diapit oleh tanda carik untuk membedakannya dengan huruf.

Tanda baca dan aksara khusus

Ada beberapa aksara khusus dalam aksara Bali. Beberapa di antaranya merupakan tanda baca, dan yang lainnya merupakan simbol istimewa karena dianggap keramat. Beberapa di antaranya diuraikan sebagai berikut:
Simbol Nama Keterangan
Punctuation Carik.png
Carik atau Carik Siki. Ditulis pada akhir kata di tengah kalimat. Fungsinya sama dengan koma dalam huruf Latin. Dipakai juga untuk mengapit aksara anceng.
Punctuation Carik kalih.png
Carik Kalih atau Carik Pareren. Ditulis pada akhir kalimat. Fungsinya sama dengan titik dalam huruf Latin.
Punctuation Pamungkah.png
Carik pamungkah. Dipakai pada akhir kata. Fungsinya sama dengan tanda titik dua pada huruf Latin.
Center Pasalinan. Dipakai pada akhir penulisan karangan, surat dan sebagainya. Pada geguritan bermakna sebagai tanda pergantian tembang.
Punctuation Panti.png
Panten atau Panti. Dipakai pada permulaan suatu karangan, surat dan sebagainya.
Punctuation Pamada.png
Pamada. Dipakai pada awal penulisan. Tujuannya sama dengan pengucapan awighnamastu, yaitu berharap supaya apa yang dikerjakan dapat berhasil tanpa rintangan.
Modre symbol Omkara.png
Ongkara. Simbol suci umat Hindu. Simbol ini dibaca "Ong" atau "Om".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar